Papilaya
adalah sebuah marga yang berasal dari Negeri Itawaka. Marga ini sudah berada di
Negeri Itawaka sejak zaman pemerintah Belanda. Lahirnya marga Papilaya berasal
dari sebuah sejarah perang yang terjadi di Pulau Saparua. Inilah kisah
sejarahnya :
Zaman
dahulu, sebuah kerajaan terbesar di Pulau Saparua adalah Keraan Iha. Kerajaan Iham
merupakan Kerajaan yang terbesar dan sangat berkuasa saat itu di Pulau Saparua.
Semua negeri-negeri yang dibawah kekuasaannya, harus tunduk dan patuh pada
setiap perintah dari Kerajaan itu.
Suatu
ketika terjadi peperangan besar-besaran antara Kerajaan Iha dan Negeri Nolloth.
Dalam peperangan tersebut, Kapitang Iha setiap hari membunuh warga Nolloth yang
di jumpainya. Pemerintah Belanda tidak dapat menangani / menyelesaikan
peperangan yang terjadi saat itu, maka inisyatif dari Pemerintah Belanda untuk
mencari seorang Kapitang dari Negeri-negeri lain untuk membunuh Kapitang Iha,
namun tindak berhasil. Kaping Iha terlalu perkasa dan semua Kapitang yang di
datangkan oleh Pemerintah Belanda, baik itu dari Negeri-negeri di Pulau Saparua
maupun dari Negeri-negeri lain di luar Pulau Saparua tidak bisa mengalahkan
Kapitang Iha saat itu.
Negeri
Itawaka kala itu masih berada di pegunungan. Pemerintah Belanda mendengar
keperkasaan yang di miliki oleh seorang kapitang dari Negeri Italili. Negeri Italili
sendiri berada pada petuanan Negeri Ullath (Nama Negeri sekarang). Sesampainya Pemerintah
Belanda di Negeri Italili, Raja Negeri Italili “PATTIBEILOHY” menyambut baik
kedatangan Pemerintah belanda tersebut. Dalam pembicaraan antara Pemerintah
Belanda dan Raja Negeri Italili, maka Raja Negeri Italili menerima permintaan
Pemerintah Belanda untuk memberikan pasukan dari Negeri Italili untuk
menghadapi Kapitang Iha beserta prajurit perangnya.
Raja
Negeri Italili mengumpulkan masyarakatnya dan mengumumkan hasil pembicaraannya
dengan Pemerintah Belanda. Setelah masyarakat Negeri Italili mendengar apa yang
di sampaikan Raja, maka Raja memerintahkan beberapa keluarga untuk turun dari
gunung dan mengikuti Pemerintah Belanda.
Meninggalkan
negeri asali tidak semudah membalik telapak tangan. Oleh karena rakyat Itallili
saat itu tidak ada yang mau setuju dengan perundingan atara Raja Pattibeilohy
dengan mereka, maka Raja mengambil seorang dari 24 kepala keluarga yang akan
turun dari gunung untuk menuju tempat pertempuran Kapitang Iha dengan Warga
Nolo (sekarang menjadi Nolloth) sebagai pimpinan regu dan juga marga lainnya,
yaitu Litamahuputia (sekarang menjadi Litamahuputty) sebagai malesi (pengawal)
rombongan. Raja Italili telah mengetahui, 24 Kepala keluarga ini pergi dan
tidak akan kembali lagi ke Italili negeri asal mereka, untuk menjauhkan
pertengkaran orang saudara (dari yang pergi dan yang tinggal di Italili), maka
Raja Italili menggantikan marga mereka yang pergi tu menjadi “PATTIPELAYA” yang artinya Pattibeilohy
Berlayar.
Ke
24 Kepala keluarga itu tiba di pantai Titawaka (Negeri Itawaka sekarang) dan
berdomisili di sebuah dusun yang namanya “AHIRATU”.
Di sekitar daerah itu ada sebuah air yang bernama “AIR POTONG-POTONG” air ini diberi nama seperti itu karena di dalam
air itu terdapat sebuah batu asah parang Kapitang Iha sebelum melakukan
pembunuhan terhadap masyarakat Nolo. Melalui strategi yang di buat oleh
Kapitang Pattipelaya dan pasukannya, peperangan antara Kapitang Iha dan warga
Nolo dapat di selesaikan dengan terbunuhnya Kapitang Iha oleh Kapitang
Pattipelaya.
Untuk
mengenang pengorbanan Kapitang Pattipelaya atas terbunuhnya Kaptang Iha, maka
Pemerintah Belanga menggantikan marga “PATTIPELAYA”
manjadi “PAPILAYA” dan marga itu
bertumbuh di Negeri Itawaka sampai sekarang ini.
Dari
cerita diatas, dapat dibuktikan bahwa Papilaya, sebelumnya mengalami perubahan
nama sebanyak tiga kali dan dari tuturan sejarah tersebut, Papilaya adalah asli
Orang Ullath, namun telah berdomisili dan menetap di Itawaka sejak tahun 1653. Itu
berarti secara sah marga Papilaya bukan lagi orang dari Negeri Ullath, tetapi
sudah menjadi orang asli Negeri Itawaka.
Dari
sisi adat, telah di atur oleh para datuk bahwa marga Papilaya tidak boleh
bertunangan / kawin dengan marga Manuputty, Syaranamual, Tomasoa dan Malessy, begitu
juga sebaliknya. Marga-marga itu tidak boleh bertengkar satu dengan yang lain
tetapi harus menjaga kerukunan hidup. Hal ini terjadi dikarenakan dalam rumpun
kehiudupan masyarakat Negeri Itawaka telah terbentuk sejak dahulu TUAN KERJA. Tuan
kerja ini bermaksut, jika ada pekerjaan yang di lakukan oleh Marga Papilaya,
yang menangani pekerjaan itu adalah salah satu dari marga Manuputty,
Syaranamual, Tomasoa atau Malessy dan juga sebaliknya. Oleh karena kerukunan
hidup seperti itulah, para datuk telah bermufakat bahkan berjanji untuk marga-marga
tersebut tidak boleh saling menikah dan jika terjadi demikian, maka kesepakatan
atau janji yang di ucapkan oleh para datuk akan ditanggung oleh mereka yang
melanggarnya. Dan hal ini tetap berlaku sampai sekarang.
Seiring
putaran zaman, telah terjadi dimana Marga Papilaya menikah dengan salah satu
dari marga yang disebutkan diatas, akibat dari ketidak taatan atas apa yang
telah di mufakati bersama oleh para datuk, maka diantara satu dari suami atau
istri meninggal dunia. Hal itu terjadi karena adat yang telah di tetapkan oleh
para datuk dianggap sebuah mitos dan tidak berlaku pada zaman sekarang, namun
dalam perjalanan rumah tangga itu, kedukaan harus menimpa mereka yang tidak
mentaati aturan-aturan yang telah di tetapkan oleh para datuk....
Demikian
sejarah singkat Marga Papilaya, semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar