Jumat, 28 Agustus 2015

SAJARAH TERBENTUKNYA MARGA PAPILAYA



Papilaya adalah sebuah marga yang berasal dari Negeri Itawaka. Marga ini sudah berada di Negeri Itawaka sejak zaman pemerintah Belanda. Lahirnya marga Papilaya berasal dari sebuah sejarah perang yang terjadi di Pulau Saparua. Inilah kisah sejarahnya :

Zaman dahulu, sebuah kerajaan terbesar di Pulau Saparua adalah Keraan Iha. Kerajaan Iham merupakan Kerajaan yang terbesar dan sangat berkuasa saat itu di Pulau Saparua. Semua negeri-negeri yang dibawah kekuasaannya, harus tunduk dan patuh pada setiap perintah dari Kerajaan itu.
Suatu ketika terjadi peperangan besar-besaran antara Kerajaan Iha dan Negeri Nolloth. Dalam peperangan tersebut, Kapitang Iha setiap hari membunuh warga Nolloth yang di jumpainya. Pemerintah Belanda tidak dapat menangani / menyelesaikan peperangan yang terjadi saat itu, maka inisyatif dari Pemerintah Belanda untuk mencari seorang Kapitang dari Negeri-negeri lain untuk membunuh Kapitang Iha, namun tindak berhasil. Kaping Iha terlalu perkasa dan semua Kapitang yang di datangkan oleh Pemerintah Belanda, baik itu dari Negeri-negeri di Pulau Saparua maupun dari Negeri-negeri lain di luar Pulau Saparua tidak bisa mengalahkan Kapitang Iha saat itu.

Negeri Itawaka kala itu masih berada di pegunungan. Pemerintah Belanda mendengar keperkasaan yang di miliki oleh seorang kapitang dari Negeri Italili. Negeri Italili sendiri berada pada petuanan Negeri Ullath (Nama Negeri sekarang). Sesampainya Pemerintah Belanda di Negeri Italili, Raja Negeri Italili “PATTIBEILOHY”  menyambut baik kedatangan Pemerintah belanda tersebut. Dalam pembicaraan antara Pemerintah Belanda dan Raja Negeri Italili, maka Raja Negeri Italili menerima permintaan Pemerintah Belanda untuk memberikan pasukan dari Negeri Italili untuk menghadapi Kapitang Iha beserta prajurit perangnya.

Raja Negeri Italili mengumpulkan masyarakatnya dan mengumumkan hasil pembicaraannya dengan Pemerintah Belanda. Setelah masyarakat Negeri Italili mendengar apa yang di sampaikan Raja, maka Raja memerintahkan beberapa keluarga untuk turun dari gunung dan mengikuti Pemerintah Belanda.

Meninggalkan negeri asali tidak semudah membalik telapak tangan. Oleh karena rakyat Itallili saat itu tidak ada yang mau setuju dengan perundingan atara Raja Pattibeilohy dengan mereka, maka Raja mengambil seorang dari 24 kepala keluarga yang akan turun dari gunung untuk menuju tempat pertempuran Kapitang Iha dengan Warga Nolo (sekarang menjadi Nolloth) sebagai pimpinan regu dan juga marga lainnya, yaitu Litamahuputia (sekarang menjadi Litamahuputty) sebagai malesi (pengawal) rombongan. Raja Italili telah mengetahui, 24 Kepala keluarga ini pergi dan tidak akan kembali lagi ke Italili negeri asal mereka, untuk menjauhkan pertengkaran orang saudara (dari yang pergi dan yang tinggal di Italili), maka Raja Italili menggantikan marga mereka yang pergi tu menjadi “PATTIPELAYA” yang artinya Pattibeilohy Berlayar.

Ke 24 Kepala keluarga itu tiba di pantai Titawaka (Negeri Itawaka sekarang) dan berdomisili di sebuah dusun yang namanya “AHIRATU”. Di sekitar daerah itu ada sebuah air yang bernama “AIR POTONG-POTONG” air ini diberi nama seperti itu karena di dalam air itu terdapat sebuah batu asah parang Kapitang Iha sebelum melakukan pembunuhan terhadap masyarakat Nolo. Melalui strategi yang di buat oleh Kapitang Pattipelaya dan pasukannya, peperangan antara Kapitang Iha dan warga Nolo dapat di selesaikan dengan terbunuhnya Kapitang Iha oleh Kapitang Pattipelaya.

Untuk mengenang pengorbanan Kapitang Pattipelaya atas terbunuhnya Kaptang Iha, maka Pemerintah Belanga menggantikan marga “PATTIPELAYA” manjadi “PAPILAYA” dan marga itu bertumbuh di Negeri Itawaka sampai sekarang ini.

Dari cerita diatas, dapat dibuktikan bahwa Papilaya, sebelumnya mengalami perubahan nama sebanyak tiga kali dan dari tuturan sejarah tersebut, Papilaya adalah asli Orang Ullath, namun telah berdomisili dan menetap di Itawaka sejak tahun 1653. Itu berarti secara sah marga Papilaya bukan lagi orang dari Negeri Ullath, tetapi sudah menjadi orang asli Negeri Itawaka.


Dari sisi adat, telah di atur oleh para datuk bahwa marga Papilaya tidak boleh bertunangan / kawin dengan marga Manuputty, Syaranamual, Tomasoa dan Malessy, begitu juga sebaliknya. Marga-marga itu tidak boleh bertengkar satu dengan yang lain tetapi harus menjaga kerukunan hidup. Hal ini terjadi dikarenakan dalam rumpun kehiudupan masyarakat Negeri Itawaka telah terbentuk sejak dahulu TUAN KERJA. Tuan kerja ini bermaksut, jika ada pekerjaan yang di lakukan oleh Marga Papilaya, yang menangani pekerjaan itu adalah salah satu dari marga Manuputty, Syaranamual, Tomasoa atau Malessy dan juga sebaliknya. Oleh karena kerukunan hidup seperti itulah, para datuk telah bermufakat bahkan berjanji untuk marga-marga tersebut tidak boleh saling menikah dan jika terjadi demikian, maka kesepakatan atau janji yang di ucapkan oleh para datuk akan ditanggung oleh mereka yang melanggarnya. Dan hal ini tetap berlaku sampai sekarang.

Seiring putaran zaman, telah terjadi dimana Marga Papilaya menikah dengan salah satu dari marga yang disebutkan diatas, akibat dari ketidak taatan atas apa yang telah di mufakati bersama oleh para datuk, maka diantara satu dari suami atau istri meninggal dunia. Hal itu terjadi karena adat yang telah di tetapkan oleh para datuk dianggap sebuah mitos dan tidak berlaku pada zaman sekarang, namun dalam perjalanan rumah tangga itu, kedukaan harus menimpa mereka yang tidak mentaati aturan-aturan yang telah di tetapkan oleh para datuk....

Demikian sejarah singkat Marga Papilaya, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar: