A. BERDIRINYA JEMAAT
1. Letak Secara Geografis.
Itawaka besaral dari kata Tita = perintah, Waka =
Jaga Titawaka = Perintah jaga. Bertolak dari perkataan ini, maka jelas dapatlah
kami ceritakan sekedar peristiwa yang terjadi, sehingga menimbulkan bukti yang
ada (negeri Itawaka) sebagai satu kenyataan dari pada kelanjutan sejarah, yang
pernah berlaku sejak datuk-datuk kita di saman purbakala.
Negeri Titawaka dalam perkataan aslinya, telah mendapat
perubahan sebutan, sehingga orang tidak lagi, bahkan kurang sama sekali, untuk
memperhatikan dan mengembangkan sejarah yang asli. Perubahan sebutan ini bukan
baru kemarin terjadi, tetapi sudah ratusan tahun dan perubahan ini, secara
sengaja dilakukan sebagai satu-satunya siasat penjajah, untuk menghilangkan
pengaruh dari anak-anak pribumi itu sendiri. Negeri Titawaka yang sekarang
disebut Itawaka, terletak di ujung bagian utara pulau Saparua berdekatan dengan
negeri Nolloth.
Dari letak geografis Jemaat GPM
Itawaka, dapat di katakan bahwa Jemaat GPM Itawaka terletak di sebelah timur
Pulau Saparua, yang berbatas sebelah Timur dengan daerah hutan petuanan Negeri
Nolloth, sebelah Barat dengan Negeri Nolloth, sebelah Utara dengan laut (Selat
Seram), sebelah Selatan dengan Gunung Amahial.
2. Terbentuknya Jemaat GPM Itawaka
Proses turun masyarakat Itawaka dari
negeri lama ke negeri sekarang terjadi pada tahun 1651 pada saat perintah turun
dari penguasa Belanda saat itu yang terjadi di pantai Moni. Kemudian pada tahun
1653 masyarakat di negeri lama turun ke negeri sekarang menempati lokasi Wai
Kikinawoni yang kemudian berubah nama menjadi air potong-potong yang
sekarang disebut potang-potang. Pada saat turun dari gunung tersebut jumlah
Kepala Keluarga sebanyak 24 KK dibawah pemerintahan Izak Pelatiti Pattinaja
Wattimena, dan yang menjadi pimpinan rombongan adalah Ama Pattipelaya (Patti
beilohy berlayar) dari Negeri Italili yang sekarang menjadi marga Papilaya,
sedangkan yang menjadi pengawal rombongan adalah Litamahuputy (Litamaputia).
Sejak adanya masyarakat Itawaka pada
tahun 1651, masyarakat Itawaka pada zaman itu belum memiliki agama. Seiring
putaran zaman, maka di tahun 1834, masyarakat Itawaka sudah mengenal agama
Kristen namun belum memiliki gedung gereja dan proses peribadahan masih
bergabung dengan Jemaat Nolloth, dan sampai pada tahun 1855, masyarakat Itawaka
membangun sebuah rumah peribadahan (gereja) secara darurat. Proses peribadahan
warga jemaat Itawaka kini berjalan secara sendiri dan tidak lagi tergabung
dengan jemaat GPM Nolloth.
1. Peristiwa yang Melatarbelakangi Terbentuknya Jemaat
Sebelum adanya gedung gereja dan
menjadi jemaat sendiri maka aktivitas ibadah minggu orang-orang Itawaka
berlangsung di Gereja Nolloth dan menjadi bagian dari warga jemaat Nolloth yang
dimulai pada tahun 1834-1854. Sejak tahun 1855 jemaat GPM Itawaka berdiri
sendiri pisah dari Nolloth dengan Pdt pertama R. Bassert dan Guru Midras P.
Latupeirissa. Pada tahun 1855 jemaat GPM Itawaka telah melakukan aktivitas
sendiri dengan menggunakan gedung gereja darurat. Hampir selama dua puluh tahun
orang-orang Itawaka bergambung menjadi bagian dari warga jemaat Nolloth, namun
setelah terjadi masalah-masalah sosial antara orang-orang Nolloth dan
orang-orang Itawaka, maka muncullah inisiatif dari orang-orang Itawaka untuk
membangun gedung gereja sendiri dan menjadi jemaat sendiri terpisah dari
Nolloth.
Inisiatif untuk membangun gedung
gereja sendiri dan menjadi jemaat sendiri oleh orang-orang Itawaka berawal dari
peristiwa di hari minggu pada saat keluar gereja malam. Dimana orang-orang
Itawaka dilempari dengan buah papaya masak yang sudah busuk oleh sekelompok
orang yang tidak dikenal. Peristiwa ini, kemudian disikapi oleh Lucas Papilaya
dan David Matulessy yang saat itu sebagai kepala soa. Mereka mengambil
inisiatif untuk membuat surat (Rekes) kepada konteler Saparua untuk memintakan
izin membangun gedung gereja bagi masyarakat Itawaka. Setelah mendapat izin
dari koteler Saparua maka gereja pertama di bangun sekitar tahun 1860. Gedung
gereja pertama Itawaka pada saat dibangun dipimpin oleh kepala Bas atau kepala
tukang Lucas Papilaja dari Itawaka dan Piter Martinus Latupeirissa serta
Latuihamalo kepala tukang dari Porto. Pembangunan gedung gereja pertama jemaat
GPM Itawaka dengan pimpinan jemaat Pdt R. Bassert dan guru Madras P. Latupeirissa.
Gereja yang pertama di Itawaka
dibangun dengan jumlah tiang lilin sebanyak delapan buah dan menggunakan ramuan
kayu diambil dari lokasi gunung Ama Iha (sebutan hari-hari amihal). Jumlah
tenaga yang membangun gereja pertama sebanyak 30 orang laki-laki dan dibantu
dengan tenaga perempuan untuk menaikan balok-balok gereja. Selama pekerjaan
pembangunan gedung geraja pertama Itawaka, maka perempuan-perempuan dan
anak-anak selalu mengkidungkan kidung-kidung pujian setiap hari sebagai
dukungan spiritual dalam melakukan pekerjaan pada saat itu.
Untuk membuat mimbar gereja pertama
dipercayakan kepada tukang Piter Martinus Latupeirissa dan buah tangan dari
tukang tersebut masih ada dan digunakan sampai saat ini. Ada peristiwa yang
terjadi pada saat memasukan mimbar hasil buah tangan tukang Piter Martinus
Latupeirissa ke dalam gedung gereja, dimana pada saat mibar akan dimasukan
kedalam gedung gereja tidak bisa dimasukan sebab pintu gereja sempit karena
mimbar tersebut lebih besar dari pintu gereja. Untuk mengatasi masalah ini,
maka kepala tukang pembangunan gereja pertama Lucas Papilaja berdoa dan setelah
itu mendorong tiang pintu gereja sehingga pintu gereja menjadi luas dan mimbar
tersebut dapat dimasukan kedalam gereja. Oleh karena jasa kepala tukang Lukas
Papilaja tersebut, maka tukang Piter Latupeirissa mengukir 10 jari dari Lukas
Papilaja dibawah tempat baca pada mimbar gereja dan ukiran 10 jari tersebut
sampai saat ini masih ada sebagai bukti sejarah.
Perkembangan warga jemaat semakin
lama semakin bertambah, dan gedung gereja yang dibangun pertama itu tidak lagi
dapat menampung jumlah anggota jemaat yang datang beribadah, maka di tahun
1860, masyarakat/jemaat Itawaka membongkar serta merenovasikan kembali gedung
gereja tersebut pada tahun 1966, dengan ketua Panitia Julius Papilaja kemudian
diganti dengan Julius Syaranamual dengan kepala tukang Yosep Tomasoa pada masa
Pimpinan Jemaat Pdt F. Latumahina dan Penjabat Pemerintah Negeri Itawaka saat
itu Welem Syaranamual. Setelah renovasi pertama dilakukan maka ada rencana
untuk dilakukan renovasi gereja lagi pada tahun 1968 dimana panitia
renovasi gedung gereja Itawaka dipimpin oleh Pdt F. Lakburlawal (penghentar
jemaat GPM Itawaka saat itu) sebagai ketua umum dan sekretaris umum adalah J.S.
Wattimena.
Panitia ini bertugas untuk melakukan
renovasi bangunan atas gereja dan menggantikan atap rumbia dengan atap zink
serta menggantikan sebagian dinding yang dibuat dari papan dengan beton. Tahun
1971 Pdt F. Lakburlawal dipanggil ke Ambon untuk tugas belajar, maka jabatan
ketua umum dipegang oleh Z. Papilaja yang pada saat itu menjabat Wakil
Pemerintah Negeri Itawaka. Setelah adanya raja difenitif maka dilakukan
pergantian panitia. Pergantian panitia yang lama ke panitia yang baru
dilaksanakan pada taggal 31 Januari 1972 yang dipimpin oleh A. A. Syaranamual
(Raja Negeri Itawaka) sebagai ketua umum dan sekretaris umum dijabat oleh G.
Lewerissa (kepala SD Negeri Itawaka).
Tugas panitia baru adalah untuk melanjutkan rencana
renovasi gereja Itawaka. Tanggal 15 dan 18 Maret 1972 panitia pusat melakukan
rapat dengan IKWI Ambon dan berhasil membentuk panitia cabang Ambon yang
dipimpin oleh Ph. Wattimena dan J. Tuapattinaja. Pada tanggal 1 April 1972
Panitia Cabang Ambon tiba di Itawaka bersama dengan Bpk Christopol Pattinaja,
BE Kepala Kantor PU Kota Ambon dan beberapa stafnya serta Ir. Arman Papilaja
yang tergabung dalam tim teknis yang diturunkan oleh IKWI Ambon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar